Friday, November 28, 2014

Murabahah

1.1.  Pengertian Murabahah
Ada Berberapa pengertian dari Murabahah yaitu,
a.    Kata Murabahah berasal dari kata ribkhu ( ربح ) yang artinya menguntungkan. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga/cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur .
b.    Sayyid Sabiq mengartikan Murabahah sebagai penjualan dengan harga pembelian barang berikut keuntungan yang diketahui.
c.    Hasbi As Shiddiqi menganggap Murabahah menjual barang dengan keuntungan (laba) tertentu.
Pendapat lain mengatakan Murabahah sebagai jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam Murabahah penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Murabahah merupakan suatu bentuk jual beli yang harus tunduk pada kaidah hukum umum jual beli yang berlaku dalam Muamalah Islam.
Umhur ulama sepakat bahwa jual beli ada dua macam: jual beli tawar menawar (Musawamah) dan jual beli Murabahah. Mereka juga sepakat bahwa jual beli Murabahah adalah jika penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, karena ia mensyaratkan atasnya laba dalam jumlah tertentu, dinar/ dirham.
Salah satu bagian fiqih yang populer digunakan oleh BMT syari’ah adalah bagian jual beli Murabahah. Murabahah berarti penjualan barang dengan harga barang tersebut ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu, besarnya keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal tertentu atau dalam bentuk prosentase di harga pembelian seperti 10% atau 20%.
Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan dari jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dan syarat murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fiqih, sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank.
        Selama akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh berubah. Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut menjadi batal. Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama, bisa secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pem­bayaran secara angsuran ini disebut juga bai' bi tsaman ajil. Dalam prakteknya nasabah yang memesan untuk membeli barang menunjuk pemasok yang telah diketahuinya menyediakan barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya. Atas dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan. Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan barang tersebut.
Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah adalah sebagai berikut:
1.    Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.    Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3.    Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.    Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.    Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.    Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.    Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8.    Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.

2.2    Jenis Murabahah
Secara singkat klasifikasi Akad Murabahah dapat digambarkan sebagai berikut:
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan:
a.    Murabahah berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya  Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
murabahah pesanan mengikat; mengalami penurunan nilai  karena kerusakan sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

b.    Murabahah tanpa Pesanan
Dalam murabahah tanpa pesanan, penjual melakukan pembelian barang tanpa memperhatikan ada pemesanan dari pembeli.

2.3    Dasar Hukum Murabahah
Sejauh pengetahuan penulis, kiranya tidak ada landasan hukum tentang Murabahah oleh ulama-ulama awal. Sebab baik Al Qur’an maupun Hadist sohih tidak terdapat rujukan secara langsung tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun demikian, ada ayat-ayat yang maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan kebolehan Murabahah. Hal ini juga yang oleh para ekonom-ekonom Islam digunakan sebagai landasan hukum tentang kebolehan Murabahah. Landasan hukum tersebut seperti yang diungkapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional dalam Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai Murabahah No: 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 diantaranya yaitu:
1.    Landasan Al Qur’an
Artinya: “ dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah”.( QS.Al Muzamil ayat 20 ).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebagai mahluk yang hidup di dunia, maka senantiasa mencari rizki (karunia Allah) dengan bermuamalah, salah satunya dengan jual beli Murabahah. Artinya: “apabila telah ditenunaikan sembayang, maka bertebaranlah kamu di mukaa bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.( QS.Al Jumu’ah ayat 10).
Ayat ini menjelaskan tentang keseimbangan antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Maka untuk mencari rizki sebagai usaha untuk hidup di dunia yaitu melakukan Muamalah terhadap sesame manusia. Termasuk di dalamnya jual beli Murabahah. Artinya: “hai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaaku dengan sukarela diantaramu”.(QS. An Nisa’ ayat 29). Artinya: “ ….dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ….”. (QS. Al Baqoroh ayat 275).
2.    Landasan Sunnah
Sedangkan landasan sunnah yang menjadi dasar Murabahah adalah:
Artinya: tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqoradoh (mudhorobah), dan mencaampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual (H.R. Ibnu Majjah ).
Dari keterangan tersebut diatas bahwasannya dalil-dalil mengenai Murabahah adalah dalil-dalil Nash, biarpun dalam dalil-dalil tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai keabsahan Murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual beli yang dibenarkan oleh Al Our’an maupun Sunnah Nabi. Murabahah merupakan jual beli yang dibenarkan oleh Nash Al Qur’an dan Sunnah Nabi karena Murabahah sama juga dengan jual beli tangguh.

2.4    Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual danpembeli, maka jual beli tidak akan ada. Para ekonom-ekonom Islam dan ahliahli Fiqh, menganggap Murabahah sebagai bagian dalam jual beli. Maka,secara umum kaidah yang digunakan adalah jual beli.Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul), orang-orang yangberakad (penjual dan pembeli) dan ma’kud alaih (obyek akad).
1.      Rukun Jual Beli Murabahah
Dalam jual beli ada tiga rukun yang harus dipenuhi:
a.   Orang yang berakad.
·      Penjual
·      Pembeli
b.   Ma’kud alaih (obyek akad):
·      Barang yang diperjual belikan.
·      Harga.
c.    Akad/ Shighot:
·      Serah (Ijab)
·      Terima (Qabul)
2.       Syarat Jual Beli Murabahah
Selain karena faktor yang telah ada seperti akad menjadi sah atau lengkap adalah adanya syarat. Syarat yaitu sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya: adalah pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukalaf) menurut mazhab Hanafi, bila rukun sudah terpenuhi tapi syarat tidak terpenuhi maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).
Adapun syarat-syarat jual beli sebagai berikut:
1.    Penjual dan Pembeli
·      Berakal.
·      Dengan kehendak sendiri
·      Keadaan tidak Mubadzir (pemboros).
·      Baliq
2.    Uang dan Benda yang dibeli (obyek yang diperjual belikan).
·      Suci.
·      Ada manfaat.
·      Keadaan barang tersebut dapat di serahkan.
·      Keadaan barang tersebut kepunyaan penjual atau kepunyaan yangdiwakilkan
·      Barang tersebut diketahui antara si penjual dan pembeli dengan terang dzat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya sehingga tidak terjadi keadaan yang mengecewakan.
3.    Ijab Qabul
·      Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijabnya begitu pula sebaliknya.
·      Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.
·      Beragama Islam, syarat ini khusus utuk pembeli saja dalam benda benda tertentu seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang beragama tidak Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang mu’min memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mu’minin.
            Adapun syarat utama dalam bisnis dengan sistem Murabahah adalah si pembeli barang yang dalam hal ini BMT/ BMT harus memberikan informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang hargapembelian dan keuntungan bersihnya (profit margin) dari pada costplusnya itu. Selain syarat diatas ada beberpa syarat yang secara khusus mengatur Murabahah, seperti yang dikemukakan oleh Syafi’I Antonio yaitu:
a.    Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b.    Kontrak yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c.    Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atau barang sesuadah pembelian.
d.   Penjual harus menyampaikan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pembelian,
e.    misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, maka pembeli memiliki pilihan:
a.    Melanjutkan pembelian seperti adanya.
b.    Kembali pada penjual dan menyatakan tidak setujuan atas barang yang dijual.
Membatalkan kontrak.
Ketentuan tentang membatalkan kontrak ini secara fiqh telah diatur dalam Bab khiyar, yakni hak untuk memilih bagi pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan jual beli karena adanya unsur kecacatan.

2.5    AKUNTANSI MURABAHAH (PSAK 102)
A.       Akuntansi untuk Penjual
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a.    jika murabahah pesanan mengikat:
1.    dinilai sebesar biaya perolehan; dan
2.    jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
b.     jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
1.    dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah .
2.    jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka  selisihnya diakui sebagai kerugian.
Denda
Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, penjual berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur
Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
a.    Pengakuan Keuntungan
Keuntungan Murabahah diakui:
Ø pada saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu periode laporan keuangan; atau
Ø selama periode akad secara proporsional, jika akad melampaui satu periode laporan keuangan. Jika menerapkan pengakuan keuntungan secara proporsional, maka jumlah keuntungan yang diakui dalam setiap periode ditentukan dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah. Alokasi keuntungan dengan menggunakan metode didasarkan pada konsep nilai waktu dari uang (time value of money) tidak diperkenankan karena tidak diakomodasikan dalam kerangka dasar.
B.  Akuntansi untuk Pembeli akhir
·      Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
·      Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
·      Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah.
·      Potongan pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.
·      Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.
·      Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
C.  Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
D.  Pengungkapan
Lembaga keuangan syariah mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas, pada:
ü harga perolehan aset murabahah;
ü janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan
ü pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

0 comments:

Post a Comment