1.1. Pengertian
Murabahah
Ada Berberapa pengertian dari Murabahah yaitu,
a.
Kata Murabahah berasal dari kata
ribkhu ( ربح
) yang artinya menguntungkan. Murabahah
adalah jual beli barang
dengan tambahan harga/cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama
secara jujur .
b.
Sayyid Sabiq
mengartikan Murabahah sebagai penjualan dengan harga pembelian barang
berikut keuntungan yang diketahui.
c.
Hasbi As Shiddiqi menganggap Murabahah
menjual barang dengan keuntungan (laba) tertentu.
Pendapat lain mengatakan Murabahah sebagai
jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli.
Dalam Murabahah penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada
pembeli kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Murabahah merupakan
suatu bentuk jual beli yang harus tunduk pada kaidah hukum umum jual beli yang
berlaku dalam Muamalah Islam.
Umhur ulama sepakat bahwa jual beli ada dua macam:
jual beli tawar menawar (Musawamah) dan jual beli Murabahah.
Mereka juga sepakat bahwa jual beli Murabahah adalah jika penjual
menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, karena ia mensyaratkan
atasnya laba dalam jumlah tertentu, dinar/ dirham.
Salah satu bagian fiqih yang populer
digunakan oleh BMT syari’ah adalah bagian jual beli Murabahah. Murabahah
berarti penjualan barang dengan harga barang tersebut ditambah dengan
keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang membeli barang kemudian
menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu, besarnya keuntungan tersebut
dapat dinyatakan dalam nominal tertentu atau dalam bentuk prosentase di harga
pembelian seperti 10% atau 20%.
Dalam
teknis perbankan, murabahah adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia
barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank
memperoleh keuntungan dari jual-beli yang disepakati bersama. Rukun dan syarat
murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat dalam fiqih, sedangkan
syarat-syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran adalah sesuai
dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Harga jual bank adalah harga beli dari
pemasok ditambah keuntungan yang disepakati bersama. Jadi nasabah mengetahui
keuntungan yang diambil oleh bank.
Selama
akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh berubah. Apabila terjadi
perubahan maka akad tersebut menjadi batal. Cara pembayaran dan jangka waktunya
disepakati bersama, bisa secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah
dengan pembayaran secara angsuran ini disebut juga bai' bi tsaman ajil. Dalam
prakteknya nasabah yang memesan untuk membeli barang menunjuk pemasok yang
telah diketahuinya menyediakan barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai
dengan keinginannya. Atas dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari
pemasok yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian menjualnya secara tangguh
kepada nasabah yang bersangkutan. Melalui akad murabahah, nasabah dapat
memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan
tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah
memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan barang tersebut.
Ketentuan
umum murabahah dalam bank syariah adalah sebagai berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan
akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh
harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan
nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara
hutang.
6. Bank kemudian menjual barang
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang
telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8. Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip menjadi milik bank.
2.2
Jenis Murabahah
Secara
singkat klasifikasi Akad Murabahah dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Murabahah
berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual
melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli Murabahah berdasarkan
pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya Dalam murabahah
pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah
yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat,
mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan
nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
murabahah pesanan mengikat;
mengalami penurunan nilai karena
kerusakan sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut
menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
b.
Murabahah tanpa Pesanan
Dalam
murabahah tanpa pesanan, penjual melakukan pembelian barang tanpa
memperhatikan ada pemesanan dari pembeli.
2.3 Dasar Hukum Murabahah
Sejauh
pengetahuan penulis, kiranya tidak ada landasan hukum tentang Murabahah oleh
ulama-ulama awal. Sebab baik Al Qur’an maupun Hadist sohih tidak terdapat
rujukan secara langsung tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun
demikian, ada ayat-ayat yang maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau
landasan kebolehan Murabahah. Hal ini juga yang oleh para ekonom-ekonom Islam
digunakan sebagai landasan hukum
tentang kebolehan Murabahah. Landasan hukum tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional dalam Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai Murabahah No: 04/ DSN-MUI/ IV/
2000 diantaranya yaitu:
1. Landasan
Al Qur’an
Artinya:
“ dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia
Allah”.( QS.Al Muzamil ayat 20 ).
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa sebagai mahluk yang hidup di dunia, maka senantiasa
mencari rizki (karunia Allah) dengan bermuamalah, salah satunya dengan jual
beli Murabahah. Artinya: “apabila telah ditenunaikan sembayang, maka
bertebaranlah kamu di mukaa
bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.( QS.Al Jumu’ah ayat 10).
Ayat
ini menjelaskan tentang keseimbangan antara kehidupan di dunia dan kehidupan di
akhirat. Maka untuk mencari rizki sebagai usaha untuk hidup di dunia yaitu
melakukan Muamalah terhadap sesame manusia. Termasuk di dalamnya jual
beli Murabahah. Artinya: “hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaaku dengan sukarela diantaramu”.(QS. An Nisa’ ayat
29). Artinya: “ ….dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
….”. (QS. Al Baqoroh ayat 275).
2. Landasan
Sunnah
Sedangkan
landasan sunnah yang menjadi dasar Murabahah adalah:
Artinya:
tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,
muqoradoh (mudhorobah), dan mencaampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk di jual (H.R. Ibnu Majjah ).
Dari
keterangan tersebut diatas bahwasannya dalil-dalil mengenai Murabahah adalah
dalil-dalil Nash, biarpun dalam dalil-dalil tersebut tidak disebutkan secara
jelas mengenai keabsahan Murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual
beli yang dibenarkan oleh Al Our’an maupun Sunnah Nabi. Murabahah merupakan
jual beli yang dibenarkan oleh Nash Al Qur’an dan Sunnah Nabi karena Murabahah
sama juga dengan jual beli tangguh.
2.4 Rukun
dan Syarat Murabahah
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada
dalam suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan
pembeli. Tanpa adanya penjual danpembeli, maka jual beli tidak akan ada. Para
ekonom-ekonom Islam dan ahliahli Fiqh, menganggap Murabahah sebagai
bagian dalam jual beli. Maka,secara umum kaidah yang digunakan adalah jual
beli.Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul), orang-orang
yangberakad (penjual dan pembeli) dan ma’kud alaih (obyek akad).
1.
Rukun Jual Beli Murabahah
Dalam
jual beli ada tiga rukun yang harus dipenuhi:
a.
Orang
yang berakad.
· Penjual
· Pembeli
b.
Ma’kud alaih (obyek
akad):
· Barang
yang diperjual belikan.
· Harga.
c.
Akad/
Shighot:
· Serah
(Ijab)
· Terima
(Qabul)
2.
Syarat Jual Beli Murabahah
Selain karena faktor yang telah ada seperti akad
menjadi sah atau lengkap adalah adanya syarat. Syarat yaitu sesuatu yang
keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya: adalah
pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukalaf) menurut
mazhab Hanafi, bila rukun sudah terpenuhi tapi syarat tidak terpenuhi maka
rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).
Adapun syarat-syarat jual beli sebagai berikut:
1.
Penjual
dan Pembeli
· Berakal.
· Dengan
kehendak sendiri
· Keadaan
tidak Mubadzir (pemboros).
· Baliq
2.
Uang
dan Benda yang dibeli (obyek yang diperjual belikan).
· Suci.
· Ada
manfaat.
· Keadaan
barang tersebut dapat di serahkan.
· Keadaan
barang tersebut kepunyaan penjual atau kepunyaan yangdiwakilkan
·
Barang tersebut diketahui antara si
penjual dan pembeli dengan terang
dzat, bentuk, kadar
(ukuran) dan sifat-sifatnya sehingga
tidak
terjadi keadaan yang mengecewakan.
3.
Ijab Qabul
· Jangan
ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual menyatakan
ijabnya begitu pula sebaliknya.
· Jangan
diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.
· Beragama
Islam, syarat ini khusus utuk pembeli saja dalam benda benda tertentu seperti seseorang
dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang beragama tidak Islam,
sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah
melarang orang mu’min memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan
mu’minin.
Adapun
syarat utama dalam bisnis dengan sistem Murabahah adalah si pembeli
barang yang dalam hal ini BMT/ BMT harus memberikan informasi yang sebenarnya
kepada pembeli tentang hargapembelian dan keuntungan bersihnya (profit
margin) dari pada costplusnya itu. Selain syarat diatas ada beberpa syarat
yang secara khusus mengatur Murabahah, seperti yang dikemukakan oleh
Syafi’I Antonio yaitu:
a. Penjual
memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b. Kontrak
yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c. Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atau barang sesuadah pembelian.
d. Penjual harus menyampaikan
segala sesuatu hal yang berkaitan dengan
pembelian,
e. misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
Secara
prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, maka pembeli
memiliki pilihan:
a. Melanjutkan
pembelian seperti adanya.
b. Kembali
pada penjual dan menyatakan tidak setujuan atas barang yang dijual.
Membatalkan kontrak.
Ketentuan
tentang membatalkan kontrak ini secara fiqh telah diatur dalam Bab khiyar, yakni hak untuk memilih bagi
pembeli untuk melanjutkan atau
membatalkan jual beli karena adanya unsur kecacatan.
2.5 AKUNTANSI MURABAHAH (PSAK 102)
A. Akuntansi untuk Penjual
Pada
saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a. jika
murabahah pesanan mengikat:
1. dinilai
sebesar biaya perolehan; dan
2. jika
terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan
nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
b. jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah
pesanan tidak mengikat:
1. dinilai
berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang
lebih rendah .
2. jika
nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian.
Denda
Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah
sesuai dengan yang diperjanjikan, penjual berhak mengenakan denda kecuali
jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan
oleh force majeur
Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu
untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda
sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
a. Pengakuan
Keuntungan
Keuntungan Murabahah diakui:
Ø pada
saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh
sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu periode laporan keuangan;
atau
Ø selama
periode akad secara proporsional, jika akad melampaui satu periode laporan
keuangan. Jika menerapkan pengakuan keuntungan secara proporsional, maka jumlah
keuntungan yang diakui dalam setiap periode ditentukan dengan mengalikan
persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode
yang bersangkutan. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara
margin dan biaya perolehan aset murabahah. Alokasi keuntungan dengan
menggunakan metode didasarkan pada konsep nilai waktu dari uang (time value of
money) tidak diperkenankan karena tidak diakomodasikan dalam kerangka dasar.
B. Akuntansi untuk Pembeli akhir
· Hutang
yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah
sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
· Aset
yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan
murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
· Beban
murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan
porsi hutang murabahah.
· Potongan
pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan
pelunasan dan potongan hutang murabahah sebagai pengurang beban murabahah
tangguhan.
· Denda
yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad
diakui sebagai kerugian.
· Potongan
uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui
sebagai kerugian.
C. Penyajian
Piutang
murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Margin
murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang
murabahah.
D. Pengungkapan
Lembaga
keuangan syariah mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,
tetapi tidak terbatas, pada:
ü harga
perolehan aset murabahah;
ü janji
pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan
ü pengungkapan
yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
0 comments:
Post a Comment