DARI historikanya, UUPA lahir sebagau semangat memelihara perdamaian
sekaligus rehab rekons Aceh pascatsunami. Proses kelahirannya melibatkan
banyak pihak di Aceh, luar Aceh, bahkan di luar negeri sejak dirancang,
dibahas hingga diterapkan sebagai Undang-undang. Intinya untuk
mewujudkan kedamaian abadi dan kesejahteraan rakyat Aceh.
Dalam konteks mensejahterakan rakyat Aceh, selain berbagai pendapatan
Aceh, seperti: tambahan bagi hasil migas, dana otsus, dana istimewa,
dana alokasi umum, dana tambahan pendidikan, dan lainnya, menurut saya,
ada satu sumber penting lainnya yang jarang dibicarakan, yaitu sumber
pendapatan yang berasal dari arus investasi dan kegiatan bisnis di Aceh.
Sebab di antara tolok ukur Aceh maju dan rakyatnya sejahtera, jika
pertumbuhan ekonomi Aceh secara positif dan signifikan meningkat yang
disusul meningkatnya daya beli masyarakat.
Pilar utama pemicu pertumbuhan ekonomi riil yang dapat menimbulkan
dampak multiplier bagi berbagai pihak adalah dunia usaha atau kalangan
bisnis. Setiap usaha, selalu memulai dengan telaah kelayakan. Telaah ini
meliputi berbagai aspek, antara lain, aspek keamanan, hukum, ekonomis,
teknis, social, lingkungan, dan lain-lain. Issu keamanan dan hukum
seringkali dianggap sebagai aspek utama yang harus ditelaah terlebih
dahulu dalam merancang gagasan berbisnis di suatu area.
Bagi provinsi Aceh, kini, persoalan keamanan jauh sudah lebih
kondusif dibandingkan masa sebelum MoU Helsinki dan UUPA. Sehingga,
telah banyak usaha waralaba yang membuka cabangnya di Aceh. Sementara
dari sisi hukum, kehadiran UUPA sebetulnya memberikan peluang fasilitas
bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Aceh. Namun perlu
dipahami bahwa UUPA berisikan ketentuan pokok yang perlu ditindaklanjuti
dengan seperangkat peraturan lainnya. Maka perlu segera disahkan Qanun
Aceh tentang Penanaman Modal, yang menindaklanjuti ketentuan-ketentuan
yang termuat dalam UUPA.
Di dalam UUPA, terdapat beberapa ketentuan pokok tentang penanaman
modal di Aceh, yaitu: pasal 16 ayat (1), Urusan wajib yang menjadi
kewenangan Pemerintah Aceh, antara lain meliputi pelayanan administrasi
penanaman modal. Pasal 165 ayat (2), Pasal 165 ayat (2), Pemerintah Aceh
dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dapat
menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan
investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri, penanaman modal
asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar, dan
prosedur yang berlaku secara nasional. Pasal 214, Pemerintah Aceh
berwenang memberikan hak guna bangunan dan hak guna usaha bagi penanaman
modal dalam negeri dan penanaman modal asing sesuai dengan norma,
standar, dan prosedur yang berlaku.
Mengacu pada pasal-pasal tersebut, jelas bahwa UUPA mendukung
hadirnya penanaman modal di Provinsi Aceh. Pemerintah Aceh menjadikan
pelayanan adminintrasi penanaman modal sebagai urusan wajibnya.
Pemerintah Aceh dapat memberikan izin penanaman modal, dan bahkan dapat
memberikan hak guna bangunan dan hak guna usaha terkait dengan kegiatan
penanaman modal.
Untuk dapat menindaklanjuti subtansi UUPA, hemat saya, diperlukan
adanya Qanun Aceh tentang Penanaman Modal. Qanun ini harus memberikan
peluang yang lebih besar dan fasilitas yang lebih mudah bagi para
investor. Segala kemudahan perlakuan tersebut dimaksudkan untuk
mengundangkan lebih banyak lagi para investor, baik investor dalam
negeri maupun investor asing, datang untuk menanamkan modalnya di Aceh.
Selain aturan fasilitas, tentu saja qanun inipun perlu pula mengatur
mengenai ketenagakerjaan dari masyarakat Aceh, pencegahan dan proteksi
terhadap lingkungan hidup, persoalan pertanahan, perizinan, dan
lain-lain.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRA 15 Juni 2009 lalu,
saya telah mengutarakan pendapat: (1) pentingnya penegasan pengaturan
pencegahan dan proteksi terhadap lingkungan hidup yang mengacu pada
prevention polluter pays principle, (2) pentingnya pendalaman
permasalahan pertanahan berkaitan dengan belum adanya kewenangan
Pemerintah Aceh menangani urusan pertanahan, dan (3) keberadaan Komisi
Investasi yang menurut saya tidak diperlukan. Secara umum, Rancangan
Qanun tentang Penanaman Modal sudah layak untuk dibahas mendalam oleh
Pansus DPRA bersama eksekutif guna dapat disahkan segera.
Dengan hadirnya Qanun Aceh tentang Penanaman Modal, Insya Allah, para
investor akan memulai kiprah bisnisnya di Aceh. Hal ini penting, karena
dengan perkembangan bisnis, tentu saja memerlukan tenaga kerja dan
komoditi pendukung lainnya yang dapat dipasok oleh rakyat Aceh.
Kemudian, pada akhirnya dapat mengurangi pengangguran, terbangunnya link
and match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha, berkurangnya
kriminalitas, adanya distribusi pendapatan, dan lain sebagainya yang
berujung pada meningkatnya kesejahteraan rakyat Aceh.
0 comments:
Post a Comment